Bertahun-tahun lalu, saya cukup antusias mengamati tren kamera
superzoom yang penuh kejutan. Lambat laun evolusi mereka mulai stagnan,
ditengah makin murahnya kamera DSLR. Hanya ada satu hal menarik dari
kamera superzoom, yaitu bisa memotret benda yang jauh dengan lensa yang
ada di kamera. Tapi banyak orang lantas kecewa karena menyangka kamera
yang sepintas tampak serupa dengan DSLR itu hasil fotonya ternyata
sangat biasa saja (kalo tidak bisa dibilang jelek). Lalu kamera
superzoom mulai sepi peminat, hingga memaksa produsen kamera untuk putar
otak hingga diluar kewajaran : membuat lensa yang ‘super’ panjang.
Dulu kamera dengan zoom optik 10x itu sudah dibilang superzoom. Kita
bisa merasakan fokal dari 35mm hingga 350mm dalam satu lensa, dalam satu
bodi kamera. Lalu saat 10x mulai dianggap tidak cukup (padahal sudah
cukup menurut saya), mulailah kamera superzoom menambah jangkauan
lensanya jadi 15x, 20x, 24x hingga 30x zoom. Fokal 800mm hingga 1200mm
yang tadinya hanya ada dalam imajinasi (atau perlu lensa sangat khusus)
kini bisa didapat dengan kamera seharga 3-5 jutaan saja. Apakah
kemampuan lensa sepanjang ini memang dibutuhkan? Saya rasa hanya
sebagian kecil orang saja yang perlu. Satu hal penting dari kamera
superzoom adalah : semakin panjang lensanya, semakin sulit kamera bisa
dipasangi sensor besar. Artinya dengan sensor kecil, hasil fotonya pasti
biasa-biasa saja.
Saat ini saya lihat, produsen yang terjebak membuat kamera superzoom
yang begitu-begitu lagi adalah Olympus, Canon, Nikon, Pentax, Kodak
(RIP) dan Sony. Mereka masih membuat kamera superzoom hingga sekarang,
misal Olympus SP-820UZ, Canon SX50HS dan Sony HX200V. Tapi saya lebih
salut dengan Fuji dan Panasonic Lumix dalam hal superzoom. Lumix sendiri
berhasil mengembalikan kejayaan masa lalu mereka dengan membuat lensa
superzoom bukaan konstan f/2.8 saat meluncurkan Lumix FZ200,
meski sayangnya hilang sudah kebebasan kita memutar gelang zoom lensa
karena diganti zoom motor elektronik. Memutar zoom secara manual banyak
manfaatnya, salah satunya adalah menghemat baterai. Hanya Fuji lah yang
konsisten membuat kamera superzoom dengan zoom manual, yaitu pada kamera
seri HS (yang terkenal adalah HS20 EXR, lalu HS25 EXR dan HS30EXR).
Di ajang CES 2013 ini Fuji kembali meluncurkan Finepix HS50 EXR yang membawa sedikit perubahan diantaranya :
- rentang fokal bertambah jadi 24-1000mm (42x zoom) f/2.8-5.6
- layar LCD lipat ke samping
- sensor deteksi fasa untuk auto fokus cepat (termasuk saat merekam video)
- mesin EXR generasi kedua
lain-lainnya masih sama (dan patut diapresiasi) seperti sensor EXR
1/2 inci yang kualitasnya diatas rata-rata sensor kamera pesaing, bodi
yang mantap dan besar dengan kendali layaknya DSLR, dudukan flash
eksternal dan RAW yang fleksibel. Meski zoom lensa HS50 EXR ini bisa
sampai 1000mm tapi bukaannya tetap dibuat besar yaitu f/2.8 hingga f/5.6
yang membuatnya masih bisa diandalkan saat lupa membawa tripod. Yang
pasti Fuji tetap memberi kebebasan kita untuk melakukan zooming secara
manual, dengan memutar lensanya, persis seperti memakai lensa DSLR.
Kamera Fuji HS50 EXR tentu bukan kamera ideal, meski dari
spesifikasinya sudah memenuhi banyak checklist yang disyaratkan
fotografer profesional, tapi target marketnya tetaplah segmen consumer yang mencari satu kamera dengan lensa berkualitas dan serba bisa, fitur lengkap dan hasil foto lumayan. Kamera ini masih affordable,
berani tampil beda dari para pemain lain di kelas yang sama dan tidak
ada komplain apapun untuk harga jual yang mungkin di kisaran 3-4 jutaan.
Note : Untuk yang menginginkan spek dan fitur lebih baik dari kamera ini, Fuji sudah lebih dulu membuat Finepix X-S1 Pro untuk kelas semi pro, dengan sensor 2/3 inci dan lensa 24-624mm.
0 komentar:
Posting Komentar